KEBUDAYAAN DESA GENTINGSARI



KEBUDAYAAN DESA GENTINGSARI, KECAMATAN BANSARI, TEMANGGUNG.

Kebudayaan merupakan sebuah satu ikon yang menjadi suatu ciri khas disebuah wilayah. Melalui sebuah kebudayaan, bisa menjadi sebuah aset tersendiri yang sangat berpotensi untuk sebuah perkembangan wilayah. termasuk kebudayaan yang berada di Desa Gentingsari, Temanggung. Sebuah desa yang memiliki beragam kebudayaan yang selalu terus berkembang. Perkembangan itu menjadi suatu penunjang keakraban antar masyarakat dan menjadi suatu objek tersendiri yang menarik perhatian para mendatang. Kebudayaan itu sendiri memiliki sebuah durasi waktu dan juga penempatan yang tersebar dipenjuru Desa Gentingsari.
Dari laman kali ini, akan membahas beberapa kebudayaan Desa Gentingsari. Di antaranya adalah :
a.       Jaranan atau Kuda Lumping
Jaranan bisa juga disebut dengan kuda lumping atau Jatilan. Dimana jaranan merupakan sebuah kesenian budaya yang melekat didaerah Temanggung sedari dulu, terutama pada Desa Gentingsari. Pada jaman dahulu, kesenian ini dilangsungkan di Gentingsari dengan gerakan tarian dan cerita yang masih murni, kemudian mengalami masa fakum dan kembali bangkit pada tahun 2011. Jaranan ini diikuti oleh para pemuda Gentingsari, melambangkan sebuah bentuk kegagahan lelaki dan juga keperkasaan. Tak sembarangan bisa mengikuti kesenian ini karena memerlukan sebuah stamina yang luar biasa, berkaitan dengan gerakannya yang sangat menguras tenaga. Pada jaman dahulu, Jaranan tidak dilaksanakan di atas panggung, hanya beralaskan tanah. Pada era sekarang ini pentas diadakan diatas panggung megah yang akan disaksikan oleh tiga dusun yang ada di desa Gentingsari.
Pada jaman dahulu, kuda lumping yang digunakan amat sangat sederhana perancangan bentuknya, terkesan lebih lunak dan lebih menurut pada majikan/penarinya.

Pada perkembangannya, kini kuda jaranan didesain lebih tangguh, gagah dan terkesan liar. Dengan tambahan ekor lembu sebagai rambut kuda. 

Para penari menyertakan 17 orang pemuda asal desa Gentingsari, dengan satu sebagai ikon pemimpin jaranan. Para penari didandani dengan begitu apiknya dan juga dengan seragam yang mencerminkan sebuah bentuk kebudayaan Gentingsari. Sedangkan sang ikon memiliki kostum yang lebih megah, dengan rambut berwarna emas dan membawa pecut. 

(penari jaranan)


(ikon penari jaranan)

Selain kedua pemeran utama itu, terdapat juga pemeran inti yang merupakan sebuah bentuk kolaborasi kebudayaan Gentingsari dan Bali yaitu Leak. Leak sendiri dipilih berdasarkan kemauan dan harus melalui beberapa ritual, karena kostum sang leak tidak dapat di pakai oleh sembarang orang, harus memiliki ijin tertentu. Kostum leak sendiri juga disimpan ditempat yang khusus yaitu sebuah peti, dimana leak akan disimpan dengan rapat untuk beberapa pentas kedepannya. Leak pertama yang ada di Gentingsari adalah Yoga Alistyawan, ia memiliki beberapa tahapan ritual sebelum menjadi Leak dan mengalami banyak kejadian saat berperan dalam pentas kesenian tersebut. Kejadian seperti kesurupan pasti akan terjadi disetiap pentasnya, terutama pada Leak. Namun tak terkeciali juga pada para penari lainnya. 

(penampilan Yoga Listyawan)
(peti penyimpanan Leak)

Penampilan Jaranan juga didukung dengan adanya penari wanita yang ikut berkolaborasi menarikan tari Bali. Tak memiliki alur cerita memang, namun memiliki tujuan untuk menghibur dan melestarikan kebudayaan yang ada.


Pada pentas seni budaya Gentingsari sendiri bisa di akses pada laman youtube berikut ini :


dan juga penampilan Yoga Alistyawan sebagai Leak dengan beberapa kejadian ada di laman   berikut :


b.      Dayakan
Dayakan juga sering disebut sebagai Topeng Ireng, adalah tarian kreasi baru yang merupakan metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo. Kesenian ini sendiri sudah mulai berkembang di daerah Sumbing pada tahun 1960-an. Perbedaan antara Dayakan dan Kubro Siswo memiliki perbedaan pada kostum. Dimana Kubro Siswo hanya menggunakan celana kolor dan rompi saja, sedangkan Dayakan menggunakan kostum berupa pakaian setengah Dayak dan setengah Indian, yaitu terdapatnya bulu-bulu di topi.

Kesenian ini mengisahkan tentang perjuangan seorang petapa untuk membuka lahan hutan guna dijadikan sebagai tempat permukiman, dimana hutan tersebut terdapat manusia rimba. Petapa tersebut melawan para manusia rimba dan mengajari untuk hidup sebagai manusia biasa, mengajak membuka hutan, membuka lahan pertanian, dan mengajari seni bela diri.
Tari Dayakan diiringi oleh musik gamelan dan tembang Jawa yang intinya menyangkut berbagai nasehat tentang kebaikan hidup dan penyebaran agama islam. Mencerna dari kesenian ini juga harus memahami arti dari lagu-lagu pengiring Tari Dayakan.
Penampilan Dayakan pada Desa Gentingsari bisa disaksikan pada laman berikut :


c.       Warokan
Warokan merupakan salah satu kesenian yang menampilkan tarian yang biasanya dilakukan oleh lelaki dewasa. Namun anak-anak juga ikut serta dalam beberapa event, terkadang terdapat pula ibu-ibu yang ikut dalam pementasan ini. Kostum yang digunakan adalah kain batik atau biasa disebut Jarit dan membawa peralatan tari seperti cemeti. Penari Warok dirias mencerminkan kegarangan sebagai prajurit garis depan. Tariannya juga menggambarkan seorang yang gagah perkasa, berwatak pantang menyerah.
Terkadang dalam sebuah pertunjukan juga ditemukan beberapa penari yang kesurupan, namun tak sesering dan sebanyak saat pementasan jaranan.


Warokan bisa di saksikan pada laman berikut :


d.      Ketoprak
Ketoprak merupakan salah satu kesenian tradisional yang ada di Desa Gentingsari. Kesenian ini mengangkat drama dan hiburan untuk para warga. Pusat kesenian sendiri bersumber dari Dusun Losari. Cerita yang di ambil dari ketoprak sendiri berasal dari jaman kerajaan Mataram, Yogja. Dimana daerah tersebut mengangkat ciri khas berupa blangkon mentol, atau juga bisa disebut dengan blangkon bulat. Kesenian ini sendiripun sudah berkembang dari tahun 1980-an dan mengalami pasang surut kehadirannya. Dari generasi ke generasi sering berganti dan berkembang. Biasanya pentas ini diadakan setiap satu tahun sekali. Namun dikarenakan adanya beberapa kendala seperti penerus dan tetua yang sudah sangat berumur, pentas ini tak rutin di laksakan.

e.       Campursari
Campursari adalah kegiatan dimana seluruh warga berkumpul dan bernyanyi lagu campursari bersama diatas pangung yang megah. Terkadang dalam acara ini juga mengundang penyanyi lokal sebagai bintang tamu. Tujuan dari pertunjukan ini hanya sekedar untuk menjadi sebuah ajang hiburan bagi warga. Kesenian ini dilaksanakan secara rutin setiap enam bulan sekali. Namun karena adanya beberapa kendala dan hambatan, pertunjukan terakhir kali diadakan pada tahun 2008. Besar kemungkinan penyebab adalah karena semakin banyak dan semakin eksisnya penampilan kesenian lainnya.

f.       Kuntulan
Kuntulan pernah diadakan pada tahun 1960-an dan berahir pada tahun 1979, pada pertunjukan ini menggambarkan laskar Diponegoro dalam gladen keprajuritan atau bela diri diriringi rebana agar tidak dicurigai oleh pasukan Belanda. Pada pertunjukannya juga di warnai dengan atraksi dan lain-lainnya untuk meramaikan warga dan menghibur warga. Kesenian ini berasal dari Dusun Genting pada saat dahulu, namun kesenian ini sudah punah dan berganti dengan kesenian-kesenian yang baru.

g.      Sedekah gunung
Sedekah Gunung merupakan sebuah kebudayaan dimana para warga memberikan sedekahan berupa ingkung atau ayam utuh , tumpengan dan beberapa makanan lainnya yang akan diberikan pada gunung. Kebudayaan ini diadakan setiap bulan Suro Jawa. Selain memberikan sedekah, acara ini juga diselenggarakan bersamaan dengan wayangan.
Setiap desa akan memberikan masakannya dan kemudian akan dikumpulkan pada satu desa untuk dikirim kegunung. Selalu bergantian setiap tahunnya. Acara ini dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur pada Tuhan dan Gunung yang sudah memberikan hasil alam yang melimpah.

h.      Ngelinting
Ngelingitng atau melinting adalah sebuah kebudayaan yang tercipta dari kebiasaan warga desa Gentingsari yang gemar merokok dengan hasil tembakau mereka sendiri. Para kaum lelaki lebih menyukai rokok Lintingan daripada rokok yang sudah diproduksi dari pabrik. Dikarenakan harganya yang lebih ekonomis dan lebih terasa sensasi tembakaunya.
Bahan-bahan yang di butuhkan cukup sebuah Garet atau kertas rokok, tembakau lembut, dan cengkeh. Dengan cara tembakau dan cengkeh yang dilinting pada Garet, semua sudah siap dan lebih memiliki sensasi tersendiri. Adanya kebudayaan ini dipercaya dapat mempererat tali persaudaraan satu sama lain.


(tembakau halus)

(cengkeh didalam kemasan)

(tembakau halus dan cengkeh yang akan dilinting)


(garet atau kertas rokok)



(kantung tembakau)


Komentar

  1. Assalamualaikum wr wb. Nama says Sri Setya Utami. Aku dulu KKN dari UNNES tahun 2000 bulan November. Bersama Agung, Sulastri, Murwanti, Umi Mutmainah, Eet Fathonah

    BalasHapus
  2. Aku sudah mengikuti perkembangan desa Gentingsari sejak gunung Sindoro'Sumbing mulai aktif

    BalasHapus
  3. Afa keinginan untuk silaturakhmike desa Gentingsari tapi terkendala Co-vid 19 yang brlum berakhir mtr nwn

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROFIL DESA GENTINGSARI

HOME INSDUSTRI DESA GENTINGSARI